papua88.com. JAKARTA – Ditkrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus peredaran senjata api illegal. Dalam kasus ini, berhasil diamankan 70 senjata api (senpi) berbagai jenis sejak Juni-Agustus 2023. Polda Metro Jaya menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus ini.
Pengungkapan ini dipimpin langsung Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes. Pol. Hengki Haryadi, S.I.K., M.H. Kini, tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya masih terus melakukan pengembangan jaringan hingga keluar pulau Jawa.
“Proses pengembangan kasus masih berjalan. Tim dipimpin Dirkrimum itu masih terus melakukan pengembangan. Jadi masih banyak yang sifatnya masih rahasia. Sehingga, belum seluruh materi penyidikan bisa diungkap ke publik demi kepentingan pengejaran pihak-pihak lain yang terlibat,” ungkap Kapolda Metro Jaya, Irjen. Pol. Karyoto, S.I.K., M.H, Jumat (25/8/23).
Karyoto mengungkapkan tidak ada keterlibatan anggota TNI AD dalam kasus jual beli senjata api ilegal itu. “Sampai saat ini tidak ada keterlibatan anggota TNI,” ungkap Kapolda dikutip dari laman TBNews.polri.
Disamping itu, Hengki Haryadi mengatakan dari 70 pucuk senjata api ilegal tersebut, ada yang merupakan hasil operasi gabungan bersama Puspom TNI Angkatan Darat (AD), dan sebagian lainnya merupakan pengembangan kasus jual beli senpi ilegal melalui e-commerce.
Dalam kasus mencatut nama TNI dan Kemenhan, tersangkanya juga warga sipil. “Identitasnya palsu, artinya memalsukan kartu anggota dan kartu identitas lain termasuk kartu senjata api mengatasnamakan pejabat AD dan Kementerian Pertahanan,” ujar Kombes. Pol. Hengki.
Dari para pelaku, Polda Metro Jaya mendapatkan informasi pelaku menjual senjata api pabrikan dan senjata api modifikasi berjumlah 26 pucuk senjata dan telah disita oleh Polda Metro Jaya.
Semua tersangka dalam jaringan ini juga melakukan pelatihan-pelatihan sejenis militer, meski bukan bagian dari kalangan militer.
“Kami terus berkolaborasi dengan Puspom TNI Angkatan Darat untuk melakukan serangkaian penyelidikan dan penangkapan terhadap jaringan peredaran senjata api ilegal yang mengatasnamakan institusi Angkatan Darat dan Kementerian Pertahanan,” jelas Hengki Haryadi. (ist/ken)