papua88.com. MAKASSAR – Persidangan lanjutan perkara dugaan tindak pidana Makar atas nama para terdakwa, Kostan Karlos Bonay, Andreas Sanggenafa dan Hellezvred Bezaliel Soleman Waropen, saat mengikuti sidang lanjutan, di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A, Senin (20/3/2023).
Dalam persidangan ini Tim Penasihat Hukum para Terdakwa yang terdiri dari Penatua Advokat Yan Christian Warinussy dan Advokat Pither Ponda Barany secara bergantian membacakan Nota Keberatan (Eksepsi) yang terdiri dari 10 halaman.
Dalam 10 halaman Eksepsi tersebut, tim penasihat hukum para terdakwa membagi pembahasan dalam tiga pokok bahasan yaitu pendahuluan, posisi kasus lahirnya Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), pokok-pokok keberatan dan kesimpulan serta permohonan.
Dalam uraiannya, Penatua Advokat Warinussy menjelaskan bahwa ketiga kliennya tersebut belum dapat didakwa sebagai pelaku tindak pidana Makar sebagaimana diuraikan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan.
“Karena sesungguhnya NRFPB sudah lahir pada tanggal 19 Oktober 2011 di lapangan Zakeus Padang Bulan, Abepura-Jayapura dan dideklarasikan oleh Forkorus Yaboisembut dan Edison Kladius Waromi,” terang Warinussy.
“Sedangkan ketiga terdakwa, Bonay, Sanggenafa dan Waropen, hanya baru membuat dan menyelenggarakan ibadah peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-11 pada Rabu, tanggal 19 Oktober 2022,” imbuhnya.
Dalam ibadah tersebut, lanjut Warinussy, ketiga terdakwa hanya mempersiapkan ibadah tersebut dan menyelenggarakan ibadah pengucapan syukur saja.
Diuraikan juga oleh Penatua Advokat Warinussy dalam nota keberatan bahwa ketiga terdakwa sesungguhnya masih berwarga negara Republik Indonesia sesuai Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing.
Demikian juga mengenai posisi NRFPB yang menurut tim penasihat hukum para terdakwa masih belum dapat dikategorikan sebagai sebuah negara sebagaimana halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah resmi dan eksis sebagai negara.
Menurut para tim penasihat hukum para terdakwa bahwa NRFPB masih bersifat sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas), sehingga belum dapat disebut sebagai sebuah negara legal yang memenuhi amanat pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP mengenai Makar.
Perbuatan para terdakwa Kostan Karlos Bonay, Andreas Sanggenafa dan Hellezvred Bezaliel Soleman Waropen menurut Penasihat Hukum masih dalam batas sebagai bagian dari penyampaian pendapat secara lisan dan tulisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Tim penasihat hukum para terdakwa juga menyampaikan adanya uraian surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bertentangan dengan amanat pasal 143 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehingga Penasihat Hukum para terdakwa meminta kepada Majelis Hakim yang diketuai hakim ketua Ni Putu agar surat dakwaan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Setelah mendengar pembacaan eksepsi tersebut, Hakim Ketua Ni Putu menunda persidangan ketiga terdakwa hingga Senin (27/3/2023) mendatang dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hadir dalam sidang tersebut Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari Ibrahim Khalil, SH, MH selaku salah satu JPU. (ist/ken)