Kepemimpinan dan rakyat dua sisi dari mata uang. Makna kepemimpinan yang dikehendaki dalam Pancasila adalah kepemimpinan berhikmat. Artinya bukan kepemimpinan yang asal-asalan dan sembarangan.
Siapa yang layak memimpin dalam kepemimpinan berhikmat? Terlebih dahulu kita mencari sosok, pribadi atau kwalitas jiwa yang tersuci diantara pilihan yang ada. Tersuci disini sudah menyangkut terkuat, paling berintegritas, berilmu, cakap dan paling memiliki kepedulian.
Pilihan-pilihan pemimpin harus disaring oleh sebuah sistem yang bukan dagang sapi. Baru hasil penjaringan dan penyaringan itu dipilih oleh rakyat dalam Pemilu yang demokrasi.
Moyang kita mengenal Hasta Brata. Yang mana kriteria pemimpin harus memiliki delapan sifat keluhuran jiwa untuk watak yang layak memimpin. Mengadopsi sifat alam semangat api, kesejukan air, keteguhan tanah, kedinamisan angin, integritas matahari, kewibawaan bulan, keluasan wawasan bintang dan keperkasaan samudera.
Kitab suci mengenal model raja kuat secara ilmu dan jisim (integritas) dalam bimbingan seorang suci seperti nabi. Ini model Raja Thalut (Saul) dalam bimbingan nabi Samu’il (Semuel). Model raja-raja Majapahit dibawah bimbingan para Brahmana atau Resi. Model ini dipakai oleh Republik Islam Iran, presiden dibawah Rahbar sebagai pemimpin besar revolusi Islam.
Bisa juga model Raja Nabi (Raja Resi) seperti Daud, Sulaiman, Muhammad dan Ali Bin Abi Tolib. Model ini akan ada lagi pada masa pemerintahan Imam Mahdi bersanding Al Wajir Yesus putra Maria. Ratu Adil yang sedang ditunggu oleh banyak kalangan bukan hanya di Islam saja. Dalam Hindu Bali juga sedang menunggu Afatar Kalki penunggang kuda putih yang menghunus pedang.
Dalam perjalanan kepemimpinan tujuh presiden di Indonesia ada dua Raja Boneka. Dibawah dikte Amerika Serikat, yakni Soeharto dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). BJ Habibie hanya presiden pemersiap Pemilu. Gus Dur dan Megawati, dua presiden yang berhasil dipecah oleh proxy Barat, untuk melenggangnya SBY.
Dan sekarang Presiden Jokowi, sedang menjalankan takdir sejarahnya. Yang jelas ia tak takluk kepada Amerika sehingga selama kepemimpinannya diserang terus oleh proxy Barat. Apakah ia jadi boneka Cina? Terlalu dini untuk menilai ini karena kepemimpinannya sedang berjalan.
Apa yang tak disukai Amerika dan Uni Soviet dari kepemimpinan Bung Karno sehingga harus disingkirkan? Karena Bung Karno sedang membuat norma sistem kekuasaan yang tidak seperti dua raksasa perang dingin saat itu yang sedang mengkapling dunia menjadi dua saja: blok komunis dan blok kapitalis.
Sukarno membuat Non-Blok. Sama seperti yang terjadi pada Republik Islam Iran saat berdiri 1979 yang dimusuhi semua negara termasuk Uni Soviet. Itu karena alasan yang sama: karena membuat norma sistem-sistem kekuasaan yang mandiri. Iran dan Syiah di masa Reza Pahlevi yang Raja Boneka AS, diterima baik-baik oleh Israel dan Saudi. Tidak Iran dan Syiah sekarang yang terus mereka musuhi sejak kelahirannya.
Bung Cebong : Berarti kepemimpinan nasional ini menjadi perebutan Barat sejak dulu ya Kang ?
Kang Mat : Sudah pasti. Mereka ingin mengekalkan penjajahan, walau dalam cara yang berbeda. Proxy mereka banyak sekali di Indonesia. Bersarang dan bercokol di tempat-tempat strategis. Partai politik, tentara, organisasi mahasiswa, organisasi keagamaan, separatis dan pengusaha. Mereka menghalangi Indonesia sampai pada dermaga tujuannya : Masyarakat adil makmur.
Santri Kalong : Berarti Kadrun ini sebenarnya siapa, Kang ?
Pace Yaklep : Kadrun itu proxy nya Arab Saudi. Arab Saudi itu proxynya Amerika. Amerka proxy nya Israel. Israel itu proxynya zionis. Zionis itu proxynya Mata Satu. Makanya kitab suci selalu mengingatkan musuhmu itu Iblis. Negara NATO, OKI dan sekutu AS lainnya, mereka pemandu sorak atau cerlider. Nah, kita mau pilih jadi apa terserah kau Long ?
Ketelimbeng : Ya harus jadi diri sendiri lah. Kita merdeka bukan hasil pemberian.
Mbah Karsono : Merdeka iku abot songgone. Kudu pinter rakyate. Diapusi sama rata sama rasa oleh PKI nyosor. Diapusi jualan asongan khilafah nyosor. Iki masalah utek Beng. Utek nek serba nanggung ki angel tuturane.
(Angkringan Falsafah Pancasila)
Penulis : Abdul Munib – Penanggung-jawab SIWO PWI Pusat.